Saturday 26 December 2015

Aceh dan Keramahannya

Masjid raya Baiturrahman


Bersantai sambil ngeteh hangat

Halo gaess,
Kali ini saya akan bercerita tentang Aceh.
Cerita ini bermula pada tahun 2014 lalu ketika gw ditunjuk bos untuk bertugas ke sana. Aceh adalah salah satu daerah di Indonesia yang menjadi klien kami dalam penggunaan aplikasi keuangan daerah. Dan daerah itu pula salah satu yang kami manjakan dalam project tersebut. Tau kenapa? Haha mungkin kalian bisa menebaknya. Yang jelas Bos kami adalah seseorang yang sangat peduli tentang persatuan dan kesatuan Republik ini.

Dah gitu aja intermezonya, lanjut ke topik bahasan.
Nah, sehari jelang pemberangkatan, jujur saya sedikit takut. Bagaimana tidak, masih saja berita tentang GAM  dan historis kebencian sebagian rakyat Aceh terhadap penguasa negeri ini di masa lalu. Hal itu berdampak pada sikap kedaerahan yakni rakyat Aceh tak begitu suka dengan keberadaan orang-orang bersuku Jawa berada di sana. Bagi mereka orang-orang Jawa adalah penebar janji, bermulut manis namun busuk dan segala macam sifat kemunafikan lainnya. Sekali lagi, ini adalah efek dari masa lalu dan sulit rasanya terhapus karena sudah menjadi bahan cerita anak cucu di tanah Aceh. Kalok penasaran dengan ulasan ini monggo kalian browsing atau meminta cerita dari ahli sejarah Aceh.

Nah saya adalah orang yang berdarah Jawa(Jogja-Magelang) dan tata bahasa saya yang medok tidak akan bisa disembunyikan ketika berkomunikasi. Nah bagaimana jika saya bertemu dengan orang Aceh yang memang benar-benar membenci orang Jawa? Mungkin saya dibunuh, ditikam dengan rencong mereka, atau minimal dihajar? Ngeri kan? Kita lihat saja nanti batinku. Yang kuyakini bahwa di sana adalah Mekahnya Indonesia dan rasanya tidak akan mungkin sesama muslim saling menyakiti.

Oke, kita terbang Jakarta-Medan(transit)-Banda Aceh. Sepanjang perjalanan darat dan waktu tunggu pesawat di Bandara saya manfaatkan untuk membrowsing tentang Aceh. Hingga di suatu kesimpulan adalah "All Iz Well" mengutip kalimat dari film Bollywood 3Idiot. Semua akan Oke.

Bandara Sultan Iskandar Muda malam terlihat seperti masjid besar karena ada Qubahnya. Dari situ saya sudah yakin bahwa saya akan baik-baik saja. Saya tidak sempat memfoto karena gadget sedang lowbet. Kurang lebih penampakaannya seperti berikut. Gambar saya ambil dari laman Wikipedia

Mendarat di sana saya langsung di sambut dan dijemput oleh sekelompok orang. Mereka adalah partner saya beserta keluarganya. Mereka menyadari kedatangan saya, namun saya tidak sadar keberadaan mereka. Lalu salah satu dari mereka mencolek dan mengusili bahwa seolah-olah ia sopir taksi. Kontan saya percaya namun kemudian ia tertawa terbahak-terbahak dan disambut tawa berjamaah oleh sekelompok mereka. "Ahh sial, dikerjain ternyata" gumamku kesal namun bahagia karena ini menjadi awal yang asyik. Sambil berjalan melewati lorong Bandara terlihat banyak orang menawarkan taksi dan becak motor dengan senyum sopan. Dalam hati saya berkata "Sepertinya tidak menakutkan tanah ini. Atau barangkali belum. Mungkin besok dengan orang-orang banyak "
Lanjut kuakrabkan diri dengan beberapa orang tadi sambil makan malam. Lalu tidur dan kembali pagi.

Hari demi hari saya bertugas di kantor,  saya sudah banyak bicara dengan mereka dan mereka tidak pernah ada masalah dengan keberadaan saya. Semua berjalan normal. Yang perlu diketahui adalah bahwa saya tidak langsung membeberkan bahwa saya berdarah Jawa. Perkenalan saya dengan mereka selalu saya jelaskan dengan panjang. Bahwa saya berasal dari Bandung adalah benar karena memang kantor saya berada di Bandung. Bahwa saya berasal dari Bengkulu adalah benar karena saya lahir dan besar bersama orang tua di sana. Dan terakhir saya tegaskan bahwa saya berasal dari darah Jawa tulen dominan Jogja. Lantas mereka menjadi akrab dengan saya. Bukan hanya teman sekantor, namun juga teman-teman yang saya temui di luaran semua menjadi akrab. Banyak sekali orang yang saya temui bersikap ramah. Tidak ada preman di sana. Tidak ada pemabuk di sana. Tidak ada penjudi di sana. Tidak ada yang mengerikan di sana. Itu sepanjang penglihatan saya. Semua saya anggap aman.

Ya, di sana ada polisi syareat atau dikenal WH. mereka salah satu pasukan pengamanan Aceh yang bersyariat.

Kemudian saya berada di tanah Aceh selama 6 bulan hingga penghujung tahun 2014 dan banyak sekali cerita bersama mereka. Kegiatan sosial atau sekedar berkumpul bersilaturahim dengan teman-teman adalah kunci keakraban. Lantas tidak ada ketakutan sedikitpun berada di tanah Aceh. Berkunjunglah, pasti mereka akan menyambut dengan keramahan.
Kuncinya adalah bawalah suasana kebaikan maka semuanya akan menjadi baik. Namun jika ada unsur kemunafikan, maka semua akan menjadi hancur dan bermusuh-musuh.

Sampai jumpa Aceh, aku akan merindukanmu :)

No comments:

Post a Comment