Saturday 28 January 2017

"Puja Kesuma" Punya Siapa?

Desain kaos anak kuliahan Puja Kesuma di Jogja yang belum divalidasi
Istilah "Puja Kesuma" mungkin sudah tidak asing di telinga anak-anak Sumatera yang berbahasa Jawa medok. Sebenarnya
istilah itu adalah sebuah akronim dari Putera Jawa Kelahiran Sumatera. Pas banget dan keren banget pembuatan istilah yang berakronim itu.

Pertama kali saya mengenali istilah itu ketika ada sebuah truk pengangkut buah sawit di perkebunan kami menempeli kaca depannya stiker bertuliskan Puja Kesuma . Semula saya acuh dengan istilah yang nempel di truk itu. Karena sudah saya anggap biasa pemilik truk menempeli atau melabeli truknya dengan istilah yang aneh-aneh. Namun tanpa sengaja saya tanyakan itu ke mamak apa sih arti istilah itu. Mamak Jawab, "Putera Jawa Kelahiran Sumatera nang. Lha sing duwe truk wong Jowo kok". begitu kata mamak. "Owalah, lha nek ngono aku yo iyo noh mak?" tanyaku. Lhaiyo, mulane sisok nek kowe duwe mobil jenengno Puja Kesuma" jawab mamak sambil tersenyum.

Nah dari situ saya terkadang pamerkan istilah itu kepada teman-teman pribumi Sumatera di Mukomuko. Sedikit bangga ketika buku tulis pelajaran di sekolah saya bubuhkan istilah Puja Kesuma setelah nama saya. Teman-teman pun juga mulai familiar dengan istilah itu. Dan mereka semakin semangat buat ngeledek saya dan teman-teman jawa lainnya karena istilah itu.

"Hey mas Jawa!" suatu ketika mereka memanggil saya. Sering kali mereka tertawa mendengarkan kami bocah-bocah Jawa berbicara. Lha ya jelas makin medok makin lucu. Itu tidak membuat saya malu dan menutupi kemedokan itu. Yang aneh ada sebagian teman Jawa saya yang berusaha sekuat tenaga menutupi kemedokannya ketika bertemu dengan teman-teman pribumi dengan ikut berbahasa melayu minang. "Hahaha malah soyo ra cetho gayamu lur" gumamku menyindirnya. Entah apa yang mereka cari dengan menyembunyikan logat Jawanya. Lha malah mending saya, terkenal di sekolah karena keunikan gaya jawa, medok, unggah-ungguh, sopan santun tanpa dibuat-buat murni karena tatanan Ngayojokarto yang ditanamkan bapak kepada kami anak-anaknya.

Waktu berlalu dan saya mencoba mencari tahu dari mana sih istilah "Puja Kesuma" itu. Saya browsing kesana kemari dan mendapatkan sebuah jawaban bahwa sebenarnya istilah itu berasal dari Medan. Jauh sebelum saya lahir istilah itu sudah ada. Istilah itu dipergunakan untuk sebuah nama perkumpulan atau organisasi masyarakat Jawa atau putera-putera Jawa yang dibentuk sebagai tempat silaturahim dan menjaga kelestarian adat istiadat budaya Jawa di tanah rantau Sumatera. Dan seiring berjalannya waktu oraganisasi itu terbuka untuk masyarakat mana saja yang ingin bergabung. Intinya siapa saja yang ingin memepalajari budaya Jawa dipersilakan turut gabung.

Menurut cerita, ternyata perpindahan masyarakat Jawa ke Sumatera sudah dimulai sejak abad 18 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Bukan hanya Sumatera tetapi juga ke pulau-pulau lain di Indonesia. Bahkan hingga ke luar negara seperti Suriname yang hingga kini pertumbuhan masyrakat Jawa di sana terjaga beserta budayanya. Hmmm benar-benar harus tahu sejarah nih broo...

Nah, saya sendiri bocah yang terlahir di daerah yang berbahasa campuran Melayu dan Minang, Mukomuko tepatnya. Memang tidak terkenal daerah itu tapi anda harus tahu dimana Mukomuko itu berada.

Dulu, bapak saya beserta teman-temannya di Jogja turut serta dalam program transmigrasinya Mbah Harto tahun 1984. Dan bertemu dengan mamak di sana dan menikah dan melahirkan saya. Begitulah singkat ceritanya. Oh iya, mamak itu wanita Magelang tulen.

Di rumah, aksen bicara Gunung Kidul bapak kental dan aksen Magelang mamak pun juga kental. Lha tetangga saya ada Boyolali, Magetan, Madiun, Malang, Jawa timuran, Sunda. Yah begitulah warga transmigran beraneka ragam logat bicara dan aksennya. Dan jika berjalan sedikit keluar maka dijumpai orang-orang pribumi Sumatera dengan bahasa khas Melayu campur Minang campur Batak.

Jadi, ketika anda mendengarkan saya berbicara di forum resmi (ciyee resmi), anda tidak akan bisa menebak dari daerah mana saya berasal. Namun ketika turun panggung (ciye panggung), anda akan mendapati saya seorang Jawa khas Jogja bawakan dari bapak dengan semua cirikhasnya. Sekali lagi ini pengaruh benyaknya aksen bahasa di memori saya. Mungkin ini juga yang dihadapi teman-teman Jawa lainnya.

Nah untuk yang pertama kali membuat istilah Puja Kesuma, berbahagialah karena istilah itu jadi menyumatera. Mendunia sih belum kayaknya yahh.

Dan ini saya bagikan nasehat bapak kepada sahabat Puja Kesuma yang masih sempat saya ingat.
"Awakedewe kudu ngrumangsani nek dadi pendatang nang. ora usah petita-petiti nek neng paran. Unggah-ungguh, sopan santun lan pituturan sing apik karo wong liyo. Kudu isoh ngemong karo sing luweh cilik, do dene ngerteni karo konco, lan ngajeni karo sing luweh tuo. Jowo kudu ngerteni jawane. Pokoke tumindak sing becik, ojo nglarani wong liyo. Ning nek dilarani ojo meneng. Ono masalah rampungke tanpo nganggo gelut."

Kurang lebih artinya
"Kita harus bisa mawas diri kalau kita ini pendatang nak, tidak usah bergaya kalau sedang di luaran. Tampakkan gestur sopan dan bicara yang bagus sama orang lain. Harus bisa mengalah dengan yang lebih muda, saling memahami dengan sebaya, dan menghormati dengan yang lebih tua. Orang Jawa harus memahami Jawanya. Pokoknya berkelakuan baik dan jangan menyakiti orang lain. Tapi kalau disakiti jangan diam. Ada masalah selesaikan tanpa harus berkelahi."

Alhamdulillah, hingga sebesar ini, saya tidak pernah berkelahi atau fighting. Semua masalah yang pernah saya hadapi terselesaikan dengan damai tanpa merendahkan harga diri. Karena dihormati dan disegani bukan karena kita jago berantem. Melainkan karakter dan tutur kata yang baik dan benar.

Soal tutur kata yang baik dan benar pun, saya tidak bagus-bagus amat, tapi saya bisa memposisikan diri dan menempatkan kata dan kalimat yang tepat kepada siapapun lawan bicara saya.

Mungkin kalian juga sering dinasehati hal yang sama oleh bapak-bapak kalian. Satu hal tambahan dari saya "Lereni lhe mendhem, ndangdutan, gelutan, duwite ditabung kanggo nikahan. ayo mikir sing positif gawe sing kreatif ben bapak seneng, mamak seneng, tonggo teparo seneng, kabeh melu seneng."

Jowo kudu ngerti boso Jowo, nek ora ketok ilate hahaha (becanda).

Semoga kita tetap menjadi pribadi Jawa yang baik dan membawa nama baik tanah kelahiran kita, Sumatera.

Salam Puja Kesuma...

5 comments:

  1. Salam mas, saya juga pujakesuma yg lahir dan besar di palembang. Orang tua asli wonogiri jateng.
    salam pujakesuma

    ReplyDelete
    Replies
    1. alaikumussalam wrwb...
      salam kembali mas gud lucky

      Delete
  2. Assalamu'alaikum Wr Wb.
    mas saya iyan salah seorang Pengurus Pujakesuma dari unsur Generasi Muda tingkat Kabupaten di Sumatera Utara yaitu DPD GM Pujakesuma Kab. Labuhanbatu.

    Jika memungkinkan Silahkan riko dan teman-tenan untuk membentuk dan mengembangkan Organisasi Pujakesuma di Wilayah mas Rofiqi Hasan.
    salam Guyub.
    Pujakesuma.... Jaya!

    ReplyDelete
  3. Pujakesuma dan pujakusuma itu sama atau beda ya?

    ReplyDelete
  4. Oalaah, haha baru tahu saya. Terima kasih yak. Tulisannya menambah wawasan saya :)

    ReplyDelete